Yang Miskin saja Harus Gratis, yang Kaya Harus Bayar

Muhadjir-Effendy--02Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melanjutkan Program Indonesia Pintar (PIP) yang belum berjalan dengan baik. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang menjadi “senjata” pemerintahan Presiden Jokowi masih terkendala persoalan sumber data. Menteri kelahiran Madiun, 29 Juli 1956 ini juga mendapat tugas untuk pemerataan pendidikan Indonesia serta peningkatan kualitas tenaga kerja. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini juga berbicara tentang pendidikan dan sekolah gratis. Bagaimana menghadapi tugas dan tantangan tersebut, berikut ini wawancara khusus Sindonews dengan Muhadjir beberapa waktu lalu.

KIP adalah janji kampanye Presiden untuk memperluas akses siswa miskin agar bisa bersekolah. Bagaimana ke depannya agar KIP ini bisa didistribusikan dengan baik?
Jadi KIP itu kemarin data yang dipakai adalah data kemiskinan yang ada di Kemensos (Kementerian Sosial). Padahal kita (Kemendikbud) sudah mempunyai data sendiri, yaitu dapodik (data pokok pendidikan). Jadi konyolnya kita mau beri bantuan ke siswa di sekolah malah datanya dari Kemensos. Sementara itu tidak semua anak miskin itu di sekolah. Nanti kalau memakai dapodik akan jelas siapa siswa yang miskin, lalu akan langsung kita beri. Nah nanti di luar itu akan ada skema lain.

Lalu sinkronisasi data KIP dengan dapodik itu berapa lama?
Pokoknya nanti jika disetujui dalam rapat gabungan kabinet, tidak sampai satu bulan (sinkronisasinya). Wong kita sudah punya datanya kok. Siswa yang miskin itu ada 18 juta dari total 50 juta siswa yang ada di Indonesia.

Untuk meningkatkan akses ada juga BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Bagaimana nasibnya?
BOS masih tetap akan ada, tetapi akan ada evaluasi. Mau kita format ulang sesuai dengan anjuran Presiden. Apa saja anjurannya, itu masih rahasia. Kalau dijelaskan sekarang tidak akan menjadi kejutan lagi.

Bagaimana untuk meningkatkan akses sekolah di wilayah 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal)?
Ya harus ada pemerataan akses. Nanti akan kita coba atasi dengan pembukaan sekolah di daerah 3T. Sekolahnya harus berasrama mulai dari SD hingga SMP, jadi mereka tidak perlu jalan jauh atau menyeberang antarpulau. Kita siapkan juga rumah jika ada orang tua yang ingin berkunjung. Kita siapkan juga tempat tinggal bagi guru agar bisa tinggal dekat dengan sekolahnya.

Soal distribusi guru yang belum merata itu bagaimana?
Kami harus pelajari dulu petanya seperti apa. Tapi saya yakin itu karena problem spasial (ruang atau tempat) saja. Banyak guru yang datang hanya sebulan sekali ke sekolah karena saking jauh jarak rumah dan sekolah.

Banyak yang meminta sekolah itu harus gratis, bagaimana tanggapan Anda?
Saya terus terang terusik dengan istilah sekolah gratis ini. Education for all (EFA) itu memang oke, tetapi jangan dikaitkan antara si kaya dan si miskin itu harus gratis. Gratis itu harus proporsional. Yang miskin saja harus gratis, yang kaya harus bayar. Kalau di Jakarta sekolah gratis itu tidak cocok wong orang kaya kok digratiskan. Jadi harus ada subsidi silang untuk membantu siswa miskin itu.

Tapi sekolah swasta itu menetapkan biaya yang tinggi?
Jadi begini, sekolah kalau menurut undang-undang pemerintah wajib melayani fasilitas pendidikan untuk masyarakat dengan sekolah berstandar nasional. Ini public school. Tapi kan ada sekolah swasta yang diselenggarakan untuk mereka yang ingin mendapat layanan pendidikan dengan standar lebih. Maka dia bayar lebih.

Sumber

Related posts