Jangan Menyerah Ayo Sekolah! Daftarkan KIP tamatkan SMK!
Iklan layanan masyarakat persembahan dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Loading
Iklan layanan masyarakat persembahan dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir. Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan mengembangkan pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin. Dengan merujuk pada gagasan dari Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah indikator atau ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan proses pembelajaran aktif ditinjau dari aspek: (a) ekspektasi sekolah, kreativitas, dan inovasi; (b) sumber daya manusia; (c) lingkungan, fasilitas, dan sumber belajar; dan (d) proses belajar-mengajar dan penilaian.
A. EKSPEKTASI SEKOLAH, KREATIVITAS, DAN INOVASI
B. SUMBER DAYA MANUSIA
C. LINGKUNGAN, FASILITAS, DAN SUMBER BELAJAR
D. PROSES BELAJAR-MENGAJAR DAN PENILAIAN
Sumber: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif; Buku I Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.
Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas. Halpin dan Croft (1963) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi memiliki konsekuensi terhadap organisasi.
Tagiuri (1968) mengetengahkan tentang taksonomi iklim sekolah yang mencakup empat dimensi, yaitu: (1) ekologi; aspek-aspek fisik-materil, seperti bangunan sekolah, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK dan sejenisnya (2) milieu: karateristik individu di sekolah pada umumnya, seperti: moral kerja guru, latar belakang siswa, stabilitas staf dan sebagainya: (3) sistem sosial: struktur formal maupun informal atau berbagai peraturan untuk mengendalikan interaksi individu dan kelompok di sekolah, mencakup komunikasi kepala sekolah-guru, partispasi staf dalam pengenbilan keputusan, keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan, kolegialitas, hubungan guru-siswa; dan (4) budaya: sistem nilai dan keyakinan, seperti: norma pergaulan siswa, ekspektasi keberhasilan, disiplin sekolah.
Berdasarkan berbagai studi yang dilakukan, iklim sekolah telah terbukti memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian hasil-hasil akademik siswa. Hasil tinjauan ulang yang dilakukan Anderson (1982) terhadap 40 studi tentang iklim sekolah sepanjang tahun 1964 sampai dengan 1980, hampir lebih dari setengahnya menunjukkan bahwa komitmen guru yang tinggi, norma hubungan kelompok sebaya yang positif, kerja sama team, ekspektasi yang tinggi dari guru dan adminstrator, konsistensi dan pengaturan tentang hukuman dan ganjaran, konsensus tentang kurikulum dan pembelajaran, serta kejelasan tujuan dan sasaran telah memberikan sumbangan yang berharga terhadap pencapaian hasil akademik siswa.
Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam kehidupan sekolah. Guru yang memiliki interes, peduli, adil, demokratis, dan respek terhadap siswanya ternyata telah mampu mengurangi tingkat drop out siswa, tinggal kelas, dan perilaku salah suai di kalangan siswa (Farrell, 1990; Fine, 1989; Wehlage & Rutter, 1986; Bryk & Driscoll, 1988). Studi yang dilakukan oleh Wentzel (1997) mengungkapkan bahwa iklim sekolah memiliki hubungan yang positif dengan motivasi belajar siswa. Sementara itu, studi longitudional yang dilakukan oleh Roeser & Eccles (1998) membuktikan bahwa guru yang bersikap adil dan jujur memiliki dampak ke depannya bagi penguasaan kompetensi akademik dan nilai-nilai (values) akademik. Studi yang dilakukan Stockard dan Mayberry (1992) menyimpulkan bahwa iklim sekolah, yang mencakup : ekspektasi prestasi siswa yang tinggi, lingkungan sekolah yang teratur, moral yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang positif, penyertaan aktivitas siswa yang tinggi dan hubungan sosial yang positif ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan hasil-hasil akademik siswa.
Selain berdampak positif pada pencapaian hasil akademik siswa, iklim sekolah pun memiliki kontribusi positif terhadap pencapaian hasil non akademik, seperti pembentukan konsep diri, keyakinan diri, dan aspirasi (Brookover et al., 1979; McDill & Rigsby, 1973; Mitchell, 1968; Anderson, 1982). Studi yang dilakukan Battistich dan Hom (1997) mengungkapkan bahwa adanya perasaan akan komunitas (sense of community) dapat mengurangi secara signifikan terhadap munculnya perilaku bermasalah seperti, keterlibatan narkoba, kenakalan remaja dan tindak kekerasan. Iklim sekolah yang positif juga dapat menurunkan tingkat depresi (Roeser & Eccles 1998). Studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1983 yang menguji tentang kesehatan perilaku, gaya hidup dan konteks sosial pada kalangan anak muda di 28 negara menunjukkan bahwa keterlibatan peran dalam pengambilan keputusan di sekolah, perasaan memperoleh dukungan dari guru dan siswa lainnya ternyata berkorelasi dengan semakin berkurangnya kebiasaan merokok, tingginya aktivitas fisik, serta tingkat kesehatan dan kualitas hidup yang baik (Currie et al. 2000). Iklim sekolah juga berpengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai kewarganegaraan (civic values). Sebagai contoh: hubungan guru-siswa yang saling menghormati, adanya kebebasan untuk menyatakan tidak setuju, mau mendengarkan siswa meski dalam perspektif yang berbeda telah memberikan dampak terhadap tingkat kekritisan siswa tentang berbagai isu yang terkait dengan kewarganegaraan (Newmann, 1990). Selain itu, siswa juga lebih toleran terhadap perbedaan (Ehman, 1980) dan lebih mengenal terhadap berbagai hubungan internasional (Torney-Purta & Lansdale, 1986).
Adaptasi dan disarikan dari : Les Gallay and Suet-ling Pong. 2004. School Climate and Students’ Intervention Strategies on line pop.psy.edu
PERAN guru dianggap penting dalam menggenjot pendidikan vokasi melalui jalur sekolah menengah kejuruan (SMK) sehingga dapat mencetak lulusan SMK bermutu. Karena itu, pemerintah harus segera berbenah diri sedari dini demi terwujudnya lulusan SMK yang mampu bersaing di dunia kerja.
“Guru-guru SMK kita harus segera dibenahi dan dimodifikasi, dan yang paling penting dibenahi ialah etos kerja guru SMK,” ungkap praktisi pendidikan vokasi Marlock menjawab Media Indonesia, di Jakarta, Selasa (18/10).
Salah satunya, ia mengingatkan para guru SMK agar membuka diri dan mau belajar satu sama lain. “Ayo kita membuka diri dan mau belajar dengan para supervisor kalangan industri. Tunjukkan bahwa guru mampu bekerja sama dan dunia industri pun mau mengakui lulusan SMK,” tandasnya.
Ia juga berpendapat saat ini pelatihan para guru SMK sudah berlalu dan kini hanya menunggu praktik di lapangan. “Sekarang ini, guru-guru SMK harus dilakukan revolusi mental. Mau tak mau mereka harus bisa praktik kerja 8 jam sehari,” ungkap Marlock yang juga Koordinator Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia.
Itu sangat penting karena saat ini masih banyak guru SMK yang bertugas memilih cepat pulang seusai mengajar. Menurut dia, guru SMK seharusnya dapat bekerja keras, kerja cerdas, dan kreatif.
“Kerja kita, jangan jam satu siang sudah pulang. Saya mengimbau guru pertanian, ayo terjun masuk sawah, guru kelautan, ayo berlayar, serta guru perikanan, ayo berlayar cari ikan jangan terjebak hanya sampai di budi daya saja,” imbuhnya.
Ia berpendapat guru SMK tak usah malu menjual hasil produksi pertanian dan perikanan yang dikerjakan di sekolah. “Ayo, kita jual hasil karya siswa untuk memberi contoh kepada siswa bahwa hasil praktik pendidikan bisa laku dijual dan ada harga untuk hidup-menghidupi,” ujarnya.
Marlock juga menyarankan pemerintah agar cmendorong pihak sekolah untuk dapat berkolaborasi atau bekerja sama dengan industri, yakni merangkul para senior yang hendak pensiun agar mengabdi selama satu tahun di SMK sebagai bentuk bela negara atau tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan.
Sumber : DitPSMK
Palu, Kemendikbud — Bertepatan dengan Puncak Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) tahun 2016 di Kota Palu Sulawesi Tengah, Kamis (20/10/2016), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan dua aplikasi daring (online). Kedua aplikasi tersebut adalah sistem pembelajaran Paket C dan donasi buku daring.
Hadir saat peluncuran, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD dan Dikmas) Kemendikbud Harris Iskandar dan Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono. Selain meluncurkan, Harris Iskandar dan Agus Sartono juga mencoba menggunakan kedua aplikasi daring tersebut.
Harris Iskandar mengajak masyarakat memanfaatkan aplikasi-aplikasi ini agar memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan pembelajaran konvensional. “Jangan sampai setelah diresmikan, besoknya berhenti. Belajar kan juga bisa memakai internet,” kata Harris saat melakukan telewicara dengan para pegiat pendidikan. Harris menambahkan bahwa media belajar sangat berlimpah di internet dan harus dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan.
Dalam kesempatan yang sama, Agus Sartono berpesan agar aplikasi ini dapat dikembangkan lebih maksimal, sehingga penggunaannya dapat menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia. “Dengan (aplikasi daring) ini belajar bisa dari jarak jauh. Bisa mengunakan komputer, bahkan HP (telepon seluler). Saya yakin peserta punya HP bahkan di daerah-daerah terpencil,” kata Agus.
Selain meluncurkan aplikasi daring, Kemendikbud juga memberikan penghargaan kepada para tokoh yang peduli terhadap upaya penuntasan tuna aksara di Indonesia, serta penghargaan kepada satuan pendidikan nonformal berprestasi. Puncak Peringatan HAI tahun ini dimeriahkan juga dengan sejumlah acara terkait dengan keaksaraan seperti pameran dan festival literasi, serta lokakarya yang mengundang komunitas literasi dan taman bacaan masyarakat dari seluruh Indonesia.
Sumber : Kemdikbud
Ragum mini (mini vise) buatan dari Fajri Jawa kelas XII Jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) ini dapat membantu teknisi elektronika sewaktu melakukan penyolderan perangkat-perangkat yang berukuran kecil. Idenya didapatkan dari Creative Channel yang ada di Youtube. Berikut tampilan ragum mini hasil karya dari Fajri.
[images_grid auto_slide=”no” auto_duration=”1″ cols=”three” lightbox=”yes” source=”media: 698,697,696″][/images_grid]
Jakarta, Kemendikbud — Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) akan segera diuji coba akhir tahun 2016 ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sekolah ujicoba sudah ditetapkan, kajian akademik dan pedoman sudah selesai, sedangkan petunjuk pelaksanaan sedang dalam penyempurnaan.
“Sekolah uji coba sudah kita tetapkan. Sekitar 50 sekolah yang nanti akan kita uji coba di luar sekolah yang dengan suka rela menawarkan diri dan juga provinsi, kabupaten yang ingin menjadi tempat uji coba,” kata Muhadjir dalam rapat kerja dengan Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD Jakarta, Senin (3/10/2016).
Jumlah sekolah uji coba akan ditambah tiap tahunnya. Tahun 2017 ditetapkan 1.626 sekolah uji coba, sedangkan tahun 2018 sebanyak 3.252 sekolah.
Mendikbud menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo menetapkan porsi pendidikan karakter pada jenjang sekolah dasar (SD) sebesar 70% dari kurikulum inti, sedangkan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 60%. “Itu menunjukkan betapa besar perhatian pemerintah terhadap pendidikan karakter pada level pendidikan dasar,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Ia juga menegaskan tidak ada perubahan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan Kurikulum 2013, karena implementasi kurikulum tersebut sedang berjalan. “Maka upaya kami adalah bagaimana menambah kandungan K-13 yang berlaku di pendidikan dasar dan menengah dalam bentuk kokurikuler. Itulah yang kemudian disebut Program Penguatan Pendidikan Karakter,” tambah Muhadjir.
Dalam kesempatan raker tersebut, anggota DPD dari Provinsi Bali I.G.N. Arya Wedakarna M. Wedasteraputra mendukung implementasi PPK di provinsinya. “Kami di Bali sangat mendukung program ini, seni dan budaya di Bali sangat mungkin diintegrasikan dengan program ini,” kata Arya Wedakarna.
Anggota Komite III yang lain berharap pemerintah menelaah lebih dalam, implementasi program PPK di daerah terpencil dan kepulauan yang sarana, prasarana, dan jumlah gurunya masih terbatas. “Untuk daerah kepulauan seperti daerah kami, Program PPK ini harus dikaji matang-matang. Banyak keterbatasan di sekolah-sekolah yang terpencil ini yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah,” ujar anggota DPD dari Provinsi Maluku, Novita Anakotta.
(Nur Widiyanto)
Sumber : Kemdikbud
Tanggung jawab mendidik anak terletak pada orang tua, bukan hanya sepenuhnya pada sekolah dan tempat anak-anak belajar. “Setiap orang tua wajib mendidik anak dengan penuh rasa cinta, bukan dengan kekerasan,” ucap Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, Minggu (2/10) dalam acara Tabligh Akbar 1 Muharram yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur, yang bertempat di Masjid Al-Akbar Surabaya dan dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, SyaifullahYusuf.
Din menyampaikan dalam ceramahnya bahwa saat ini bahaya yang mengancam Indonesia adalah runtuhnya keluarga. Runtuhnya keluarga tidak hanya sebatas pada kasus perceraian, melainkan banyaknya keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
“Banyak orang tua yang tidak mendidik anaknya dengan baik dan benar, hal ini yang menjadi runtuhnya keutuhan sebuah keluarga,” tegas Din.
Din juga menyarankan kepada warga Muhammadiyah dalam mendidik anak, sebaiknya tidak seluruh anak dijadikan sebagai ustadz-ustadzah. Tetapi harus ada yang diarahkan untuk menjadi ahli teknologi, ahli ekonomi, insinyur, dan lain sebagainya.
“Kalau anak kita tidak ada yang menjadi dokter, siapa yang akan mengurus Rumah Sakit Muhammadiyah?,” terang Din.
Terlepas dari hal itu, Din juga mengajak kepada seluruh kader Muhammadiyah untuk bersama-sama merefleksikan diri dalam menyambut tahun baru Islam. “1 Muharram ini marilah kita jadikan refleksi diri dari tahun kemarin, dan harus menjadi lebih baik di hari selanjutnya,” tegas Din.
Sumber : Muhammadiyah
Salah satu arah kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidikan vokasi serta pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia. Melalui Inpres ini, Mendikbud diinstruksikan untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di SMK.
Menindaklanjuti Inpres tersebut dan dalam rangka penataan dan pemenuhan guru produktif di SMK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan perlu melakukan cara strategis pada tahun 2016, yaitu akan melaksanakan Program Sertifikasi Pendidik Dan Sertifikasi Keahlian Bagi Guru SMK/SMA atau yang dikenal dengan program Alih Fungsi. Dengan program alih fungsi guru tersebut, diharapkan dapat memenuhi kekurangan guru produktif di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Program Alih Fungsi bertujuan:
Manfaat :
Sasaran :
Program sertifikasi pendidik dan sertifikasi keahlian bagi guru SMK/SMA (alih fungsi) pada tahun 2016-2017 diperuntukkan bagi 15.000 guru yang berasal dari guru SMK dan SMA.
Persyaratan Peserta :
Pendaftaran :
Sumber : DitPSMK
Dengan mengunggulkan kreasi lampu hias dari batok kelapa, SMK Swasta Muhammadiyah 11 Sibuluan akhirnya menjuarai Lomba Kreatifitas Siswa (LKS) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibidang karya kesenian dengan tema memanfatkan bahan bekas menjadi bisa berguna, tingkat Kabupaten Tapteng yang digelar di SMK Yayasan Pendidikan Taruna Yapim Pandan, pekan lalu.
“Ide itu tercipta berawal dari para siswa-siswa, lalu kita selaku pembimbing yang mengarahkan membuat model dan cara kerja pembuatannya,” ucap guru pembimbing dan pendamping, Khairul Syahdi kepada KedaiPena.Com, Senin (3/9).
Khairul mengatakan, para siswa memang mampu mengkreasikan ide tersebut semenarik mungkin. “Hasil karya siswa kita ini punya keunikan, mulai dari bahannya, ukiran di batok, serta kombinasi modelnya yang menarik,” ungkapnya.
Disebutkan, para siswa yang memenangi lomba yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Kabupaten Tapteng selama satu hari itu, yakni Muhammad Romy Lubis, Ruspandi Siregar dan Syabirin yang duduk di kelas X Teknik Sepeda Motor (TSM).
Sementara itu, Kepala Sekolah SMK Swasta Muhammadiyah 11 Sibuluan, Dedy Fahri S Sihotang mengaku bangga dan sangat mengapresiasi prestasi para siswanya itu.
“Alhamdulillah berkat kerja keras, kita berhasil juara pertama diajang ini. Ini merupakan suatu prestasi yang begitu menggembirakan. Saya juga sangat salut dan bangga, kepada ketiga siswa kita yang telah mengharumkan nama baik sekolah, sebab, mereka bisa bersaing dengan sekolah yang lain se-kabupaten Tapteng,” katanya
Ia berharap, kreatifitas yang diraih para siswa tersebut dapat terus ditingkatkan. Menurutnya, prestasi itu membuktikan SMK Swasta Muhammadiyah 11 Sibuluan, merupakan sekolah yang berkualitas.
“Insya Allah kita akan selalu berjuang dan mendukung untuk nama baik sekolah. Harapan saya sebagai kepala sekolah, semoga di tahun depan kita bisa ke tingkat nasional, dan jurusan yang lain agar lebih giat untuk mempersiapkan kegiatan LKS di tahun depan,” katanya.
Sumber : Kedai Pena