Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bersama jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memaparkan rencana moratorium Ujian Nasional (UN) dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Kamis (1/12/2016). Dalam kesempatan tersebut, Mendikbud menyampaikan rencana pemerintah untuk mendorong pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai metode evaluasi capaian belajar siswa menggantikan UN.
“Berdasarkan data dan kajian, kami berkeyakinan moratorium UN harus dilaksanakan,” disampaikan Muhadjir Effendy, di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen, Jakarta.
Dijelaskan Mendikbud bahwa sejak tahun 2015, UN tidak lagi dijadikan penentu kelulusan siswa pada suatu jenjang pendidikan. Dan di tahun 2017 mendatang, Kemendikbud mendorong terlaksananya USBN yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan/sekolah dengan mengacu pada standar nasional. Nantinya, ujar Mendikbud, kelulusan siswa akan ditentukan oleh tiap-tiap sekolah dengan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat. Standar tersebut merupakan hasil kajian yang telah disesuaikan dengan hasil pemetaan yang diperoleh dari UN di tahun-tahun sebelumnya. Melalui moratorium UN dan mengalihkannya ke USBN, Kemendikbud berupaya membangun sebuah sistem dan instrumen sertifikasi capaian pembelajaran yang kredibel dan reliabel.
Moratorium UN, menurut Mendikbud, merupakan langkah pemerintah dalam melaksanakan Nawa Cita. Dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji untuk melakukan evaluasi terhadap model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya Ujian Nasional.
Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2009 mengamanatkan pemerintah agar dapat meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional lebih lanjut. Mendikbud menyampaikan selain dilatarbelakangi keputusan MA tersebut, moratorium UN dan pelaksanaan USBN didasarkan pada hasil kajian yang menyatakan bahwa hasil UN belum dapat menjadi instrumen peningkatan mutu pendidikan. Bentuk UN selama ini kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh.
Lebih lanjut, Menteri Muhadjir menyampaikan bahwa UN cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang tidak tepat. Berdasarkan hasil pengamatannya saat berinteraksi dengan guru di berbagai daerah, Mendikbud menyampaikan bahwa ada kecenderungan sekolah mengesampingkan atau mereduksi hakekat pendidikan, yaitu membangun karakter, perilaku dan kompetensi. Sekolah cenderung hanya terfokus pada mata pelajaran yang diberikan pada UN, kurang memperhatikan mata pelajaran lainnya. Bahkan beberapa guru yang mengampu mata pelajaran bukan mata pelajaran UN merasa tidak diapresiasi baik oleh sekolah maupun peserta didik.
Ditambahkannya, fokus berlebihan pada UN akan menjauhkan dari proses pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kritis, analitis. Dicontohkannya, sebagai proses evaluasi yang bersifat massal, sampai saat ini bentuk instrumen UN adalah pilihan ganda. Hal tersebut kurang sesuai dengan upaya pemerintah untuk menghadirkan generasi yang memiliki keterampilan abad 21. Mendikbud mengharapkan lebih banyak praktik-praktik yang mendorong siswa mengekspresikan pikiran dan gagasannya, seperti penulisan esai.
Menjawab kekhawatiran yang timbul di masyarakat terkait standar mutu pendidikan nasional, Mendikbud menyampaikan bahwa standar nasional pendidikan tetap dilaksanakan, tetapi kewenangannya didesentralisasikan ke daerah sesuai dengan amanat undang-undang. Lebih lanjut, pelaksanaan USBN dimaksudkan Mendikbud sebagai upaya pemberdayaan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Terkait masa transisi dari penyelenggaraan UN menjadi ujian sekolah, Mendikbud menyampaikan beberapa langkah yang siap dilaksanakan pemerintah, diantaranya:
- Melakukan penyesuaian kebijakan terutama perubahan regulasi mengenai penyelenggaraan evaluasi pendidikan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2015, serta peraturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada PP nomor 17 tahun 2010.
- Memberikan fasilitasi kepada provinsi yang memerlukan instrumen seleksi siswa dari jenjang sekolah menengah pertama (SMP) ke sekolah menengah atas (SMA).
- Memberikan fasilitasi proses penyelenggaraan ujian sekolah, berstandar nasional termasuk pemetaan siswa dan pendidikan nonformal.
- Menyiapkan bahan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.
- Melakukan optimalisasi dan revisi anggaran 2017 untuk pembinaan sekolah dan pengembangan sistem penilaian yang komprehensif.
Menutup paparannya, Mendikbud mengapresiasi kritik, saran dan masukan dari para anggota DPR. Selaku mitra strategis pemerintah, Mendikbud siap berdiskusi dan berkonsultasi dengan Komisi X dalam proses penetapan kebijakan. Diungkapkannya, saat ini Kemendikbud sedang memproses penerbitan Instruksi Presiden (inpres) terkait moratorium UN dan evaluasi pendidikan.
Rapat Kerja Komisi X DPR-RI dengan agenda utama pembahasan Moratorium Ujian Nasional dipimpin oleh Teuku Riefky Harsya, dan dihadiri oleh 30 Anggota Legislatif. Secara prinsip Komisi X DPR-RI dan Mendikbud menyepakati bahwa evaluasi pendidikan secara komprehensif. Lebih lanjut, Komisi X meminta agar Kemendikbud menyampaikan hasil kajian komprehensif mengenai moratorium UN serta detil rencana penggunaan anggaran pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2017.
Beragam tanggapan untuk pendalaman disampaikan oleh para anggota legislatif. Beberapa anggota yang menyampaikan pendapat dan mengajukan pertanyaan pendalaman terkait rencana pemerintah, diantaranya Anang Hermansyah, I Wayan Koster, Popong Otje Djunjunan. “Saya acungkan dua jempol atas langkah berani Saudara Menteri yang menunjukkan bahwa Saudara mengerti ruh pendidikan,” ucap Popong, anggota DPR-RI dari fraksi Golkar tersebut.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa moratorium UN masih dalam proses pembahasan dan menunggu hasil keputusan rapat terbatas. “Memang dari Menteri Pendidikan menyampaikan itu, tapi tentu saja harus ada ratasnya dulu. Harus ada Rapat Terbatas yang nantinya kita putuskan,” tegas Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu.